SMA PLUS DARUSSALAM CIAMIS
Terakreditasi A
KepalaDrs. H. Koko Komaruddin, M.Pd.
Satu hal yang acap dikenang oleh
alumni Pesantren Darussalam adalah kebersahajaan pesantren ini dalam keseharian
santrinya. Bahkan, seperti yang kerap terucap dari K.H Irfan Hielmy (Alm)
pendiri Pesantren Modern Darussalam yang selalu mengajarkan kebersahajaan setiap
kali menerima kunjungan tamu, selalu disambut dengan kalimt yang sama, seolah
menegaskan bagaimana seharusnya santri Darusslam mengambil posisi dengan
kerendah hatian, “Selamat datang di tempat kami, pesantren yang sangat
sederhana”.
Ihwal kebersahajaan
dan kesederhanaan Darussalam ternyata sama tuanya dengan sejarah pesantren ini. Di tahun 1929, K.H
Ahmad Fadlil (wafat 1950) ayahanda K.H. Irfan Hielmy (wafat 2010) memulai kisah
kebersahajaan dengan sebuah masjid dan sebuah bilik sebagaia srama. Santri yang
pertama kali mondok adalah pemuda-pemudis etempat yang tidak hanya diajari
ilmu-ilmu agama, akan tetapi diajak mengolah sawah, bercocok tanam dan diberi
contoh bagaimana memelihara bilik dan memakmurkan masjid. Pesantren Cidewa, sebutan
untuk komunitas baru itu, dengan cepat mendapat simpati serta dukungan dari
masyarakat sekitar dan lebih banyak lagi santri yang mondok.
Adalah suami istri Mas Astapradja dan Siti Hasaah yang
mewakafkan tanahnya di kampong Kandanggajah, Desa Dewasari,
Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis Jawa Barat kepada K.H. Ahmad Fadlil. Dibantu
oleh masyarakat dan santri, Pesantren Cidewa menapaki guratan sejarah dengan
optimism menghilangkan benalu yang menempel dalam ajaran Islam.
Menjelang proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, di
Pesantren Cidewa sudah mondok 400 orang santri yang mengaji ilmu tafsir, ilmu
hadits, sejarah dan perbandingan madzhab, disamping kitab-kitab ilmu sharaf dan
ilmu nahwu.
Keputusan K.H. Ahmad Fadlil dengan hanya menerima santri
putra tidak terlepas dari kontelasi keamanan akibat penjajahan Belanda. Akan
tetapi karena didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari cengkraman
penjajah dan ditambah dengan meluapnya semangat snatri untuk menghalau Belanda,
K.H. Ahmad Fadlil juga mengajarkan strategi berdiplomasi mengatasi tekanan
penjajah. Apalagi dengan kemampuannya berbahasa Belanda yang didapat dari
kakeknya sejak di Sekolah Rakyat (Vervolg
School) dengan mudah bisa menyerap berbagai informasi yang kelak berguna
sebagai modal berdiplomasi.
Lebih dari itu, penguasaan terhadap
teks berbahasa Arab telah tampak sejak Ahmad Fadlil muda berhasil menghapalkan kitab-kitab
seperti Jauharul Maknun, 'Uqudul Juman, Talkhisul Miftah dan syair-syairnya. Bahkan,
pada usia 31 tahun ia telah berhasil menerjemahkan Qashidah Burdah karya
Muhammad Said al-Busyiri. Sampai sekarang, Qashidah Burdah berbahasa sunda yang
merupakan karya terjemahan master piece K.H. Ahmad Fadlil masih terdengar dibaca
dan didendangkan oleh santri-santri di banyak pesantren tradisional terutama di
Jawa Barat.
Melalui sejarah yang panjang
(berdiri tahun 1929 oleh K.H. Ahmad Fadlil), kini Pondok Pesantren Darussalam
telah berkembang dan mencapai kemajuan yang sangat menggembirakan. Pondok Pesantren
yang pada awal berdirinya hanya memiliki sebuah rumah tempat tinggal Kiayi,
sebuah masjid dan sebuah asrama (pondok) yang sederhana, kini telah memiliki fasilitas
bangunan yang relatif lengkap dan beberapa diantaranya cukup megah.
Disamping peningkatan failitas dan sarana pendidikan untuk
santri, hal yang sangat penting adalah pengembangan sistem pendidikannya.
Ketika di banyak Pondok Pesantren lain masih menghususkan pengajian kitab. Pesantren
Darussalam mulai merintis untu menyelenggarakan pendidikan formal. Maka sejak
dasawarsa 60-an, Pesantren Darussalam mulai memodernisasikan sistem
pendidikannya dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal.
Pada tahun 1967, mulai dirintis penyelenggaraan sistem
pendidikan modern klasikal dan sampai saat ini semua jenjang pendidikan dari
mulai Taman Kanak-Kanak (TK) (di
Pesantren Darussalam disebut Raudlatul Athfal/RA) hingga perguruan tinggi
telah ada di pesantren ini.
Lembaga pendidikan formal yang pertama didirikan adalah
Raudhlatul Athfal (Taman Kanak-kanak) pada tahun 1967, kemudian pada tahun 1968
berdiri Madrasah Ibtidaiyah/MI (setingkat SD), lalu
Madrasah Tsanawiyah Darussalam/MTsD (setingkat SMP) pada tahun 1968. Kemudian berdiri
Madrasah Aliyah Negeri Darussalam (setingkat SMA) pada tahun 1969. Selanjutnya didirikan
SMA Plus Darussalam yang merupakan lembaga pendidikan swasta pada tahun 2003.
Sedangkan Pendidikan Tinggi (PT)
di Pondok Pesantren Darussalam adalah berbentuk Institut yang didirikan pada tahun
1970, dengan nama Institut Agama Islam Darussalam (IAID) yaitu Perguruan Tinggi
Agama Islam yang menggabungkan pendidikan akademik dengan pendidikan kepesantrenan,
yaitu Pondok Pesantren Darussalam. Disamping itu, pada tahun 1995
diselenggarakan pula Ma'had 'Aly, yaitu pendidikan tinggi Pesantren Darussalam.
Mahasantri Ma'had 'Alyini terdiri dari lulusan Madrasah Aliyah dan para mahasiswa
Institut Agama Islam Darussalam dari berbagai fakultas yang memenuhi persyaratan,
diantaranya telah mampu membaca kitab-kitab kuning.
Adapun visi , misi dan tujuan Sma Plus
Darussalam Ciamis yaitu:
VISI
Unggul dalam logika, etika, dan estetika
secara profesional yang berlandaskan nilai-nilai agama dan budaya.
MISI
1.
Meningkatkan
pemahaman dan pengalaman ajaran agama.
2.
Membentuk
kepribadian unggul dan tangguh yang dilandasi iman dan taqwa.
3.
Meningkatkan
kinerja professional dalam pelaksanaan proses pendidikan pada setiap komponen
sekolah.
4.
Menumbuhkan
minat dan prestasi belajar dengan mengoptimalkan teknik pembelajaran dan sumber
daya belajar.
5.
Menciptakan
manajemen sekolah yang terbuka.
6.
Mewujudkan
pelayanan prima bagi seluruh komponen yang terkait.
7.
Menciptakan
lingkungan sekolah yang nyaman ,aman , dan demokratis.
8.
Memberdayakan
semua komponen sekolah untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
9.
Menumbuhkan
apresiasi seni.
10. Menumbuhkan budaya tertib ,budaya
bersih , dan peduli lingkungan.
Sarana Prasarana dan Kegiatan
Sarana Prasarana dan Kegiatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar